Saturday, July 27, 2013

[indonesia_damai] Tidak Lolosnya Khofifah, Karena PDIP & GP Ansor Terlalu Ambisius

 



Tidak Lolosnya Khofifah, Karena PDIP & GP Ansor Terlalu Ambisius

Seharusnya Khofifah bisa lolos jadi calon gubernur Jatim (Jawa Timur) , akan tetapi niat baik untuk membangun Jatim ini kandas karena PDIP (Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan) & GP Ansor (Gerakan Pemuda Ansor -
Organ otonom dibawah NU) terlalu ambisius. Sehingga Khofifah tidak dapat memenuhi persyaratan jumlah prosentase dukungan dari partai politik
yang mempunyai kursi maupun yang tidak mempunyai kursi di DPRD Jatim,
sebagaimana ketentuan yang berlaku.

PDIP bisa dikatakan ambisius karena PDIP harusnya sadar diri bahwa mereka
tidak mungkin bisa menang dalam pemilihan gubernur Jatim, jika PDIP
mengusung calonnya sendiri sebagai calon gubernur. Karena warga Jatim
mayoritas adalah warga NU (Nahdlatul Ulama). Apalagi yang dicalonkan
adalah Bambang DH, bekas walikota Surabaya yang merupakan figur tidak
populer.

Apalagi Bambang DH sebenarnya terbelit banyak masalah hukum & korupsi. Diantaranya sebagaimana berita LensaIndonesia.com http://www.lensaindonesia.com/2013/04/18/duet-bambang-dh-dan-saleh-mukadar-terganjal-korupsi-dana-hibah-2007.html
dimana diduga Bambang DH terbelit masalah korupsi dana hibah untuk persebaya senilai Rp. 17,6 milyar.

Selain itu sebagaimana berita Koran Surabaya Pagi http://www.surabayapagi.com/index.php?3b1ca0a43b79bdfd9f9305b8129829623760dba9bb14e2036ef674a237599425
Bambang DH diperiksa terkait dugaan gratifikasi Rp. 500 juta semasa menjabat walkota Surabaya.

Juga sebagaimana berita KabarJagad.Com http://www.kabarjagad.com/hukum/907-bidik-bambang-dh-polda-jatim-inginkan-salinan-putusan-ma-sukamto-cs
dimana para terdakwa lain yakni para pejabat pemkot Surabaya yang melaksanakan perintah Bambang DH yang saat itu menjabat walikota Surabaya, sudah
mendapat vonis yang tetap dari MA (Mahkamah Agung) dan sudah mendekam
dalam penjara, dalam kasus Japung (Jasa Pungut). Tetapi Bambang DH masih bebas.

Mungkin sebenarnya Bambang DH berharap, setelah menjadi walikota Surabaya, lalu menjabat wakil walikota Surabaya dan kemudian jika bisa menang dalam
pemilihan gubernur Jatim, maka kasus korupsi yang melilitnya akan
berhenti dan akan menjadi kedaluwarsa, sehingga hukum tidak dapat
menjamahnya lagi. Karena selama masih menduduki jabatan publik, aparat
hukum akan kesulitan karena prosedur untuk memeriksa pejabat tidaklah
mudah.

Akan tetapi mungkin karena terlalu ambisius, maka Bambang DH tidak mengukur
kekuatannya sendiri dan PDIP tidak sadar diri, bahwa di Jawa Timur suara pemilih PDIP tidaklah cukup besar. Apalagi jika calon gubernur yang
diusungnya adalah  Bambang DH yang jelas banyak terlibat dalam dugaan
korupsi. 

Sebenarnya Khofifah & PKB (Partai kebangkitan Bangsa) sudah pernah melakukan
komunikasi dengan PDIP, akan tetapi hasilnya mengecewakan, karena PDIP
meminta calon gubernur dari PDIP, sedangkan Khofifah akan dijadikan
sebagai wakil gubernur. Tentu saja ini menunjukkan bahwa PDIP dan
Bambang DH tidak tahu diri. Karena sebenarnya tanpa bantuan siapapun,
Khofifah dipastikan akan bisa menang dalam pemilihan gubernur Jatim.
Seharusnya PDIP & Bambang DH menerima uluran tangan dari Khofifah
dan bersedia menjadi calon wakil gubernur. Karena siapapun wakil
gubernur yang digandeng Khofifah, dipastikan bisa unggul dalam pemilihan gubernur Jatim, karena pemilih di Jatim mayoritas adalah pemilih
Khofifah.

Sedangkan GP Ansor disebut terlalu ambisius, karena Syaifullah Yusuf yang
merupakan tokoh GP Ansor itu tidak mau bekerjasama dengan PKB dan
Khofifah. Sehingga Syaifullah Yusuf lupa diri bahwa GP Ansor sebagai
organisasi otonom dalam keluarga besar NU itu  harusnya lebih taat pada
ulama.

Memang sebenarnya Syaifullah Yusuf pernah mencoba mendekati PKB, dan dengan
membawa dukungan seluruh partai non parlemen (partai peserta pemilu yang tidak memperoleh kursi) di Jatim. Dengan dukungan dari partai non
parlemen itu Syaifullah meminta dukungan PKB agar diusung sebagai calon
gubernur Jatim dan Khofifah sebagai wakil gubernurnya. Sebab dengan
dukungan dari seluruh partai non parlemen & PKB jika digabung akan
memenuhi syarat jumlah prosentase 15% bahkan bisa lebih, sesuai dengan
ketentuan yang ada.

Tentu saja hal ini ditolak oleh Khofifah & PKB. Sebenarnya pada
Syaifullah sudah ditawarkan sebagai calon wakil gubernur berpasangan
dengan Khofifah yang akan diusung sebagai calon gubernur oleh PKB. Dan
diminta agar dukungan dari partai non parlemen diserahkan semua pada
Khofifah & PKB. Tetapi dalam perundingan itu ada beberapa tokoh yang berpendapat bahwa sebaiknya calon gubernur dan wakil gubernur jangan
dari NU semua. Jika Syaifullah ingin maju sebagai calon wakil gubernur,
dia harus membuktikan bahwa dirinya bisa merangkul suara diluar suara
warga NU. Jika ada calon wakil gubernur lain, yang lebih berpotensi
untuk mendulang suara diluar suara warga NU, beberapa ulama sudah
menyarankan agar Syaifullah mengalah dan memberikan dukungan seluruh
partai non parlemen pada Khofifah & PKB.

Beberapa tokoh menyarankan demikian karena potensi suara GP Ansor &
Syaifullah jika dibanding potensi suara Khofifah sangatlah jauh, karena
GP Ansor aktifitasnya sering kali hanya insidental atau tidak rutin,
sehingga tidak populer dan jarang dirasakan manfaatnya untuk masyarakat. Sehingga jika Syaifullah yang maju sebagai calon gubernur belum tentu
bisa menang. tapi jika Khofifah yang dijadikan calon gubernur, bisa
dipastikan akan menang.

Akan tetapi Syaifullah & GP Ansor tidak taat pada ulama, sehingga
Syaifullah akhirnya membawa kembali semua dukungan dari partai non
parlemen itu dan berpasangan kembali dengan Soekarwo. Dimana calon
gubernur adalah Soekarwo & Syaifullah Yusuf sebagai calon wakil
gubernur.

Harusnya Syaifullah tidak serakah, karena sebenarnya tanpa dukungan partai
non-parlemen, dukungan untuk pasangan Soekarwo-Syaifullah jumlahnya
sudah cukup memenuhi ketentuan. harusnya Syaifullah menuruti saran dari
para ulama, dimana dukungan dari seluruh partai non parlemen itu
diserahkan pada PKB & calon pasangan Khofifah-Herman.

Keserakahan dari Syaifullah inilah yang disebut sebagai banyak pihak sebagai sikap
yang dholim pada pasangan Khofifah-Herman. Padahal sebenarnya Andry
Dewanto, ketua KPU Jatim bersama Khofifah & PKB sudah berusaha
mendekati beberapa partai non-parlemen agar membatalkan dukungan pada
Soekarwo-Syaifullah, dengan penjelasan bahwa tanpa dukungan partai non
parlemen, pasangan Soekarwo-Syaifullah sudah cukup memenuhi syarat, maka sebaiknya dukungan dialihkan pada pasangan Khofifah-Herman. Tapi
rupanya Syaifullah tidak mau kehilangan suara pendukung, sehingga
mempertahankan suara dukungan partai non parlemen itu, dan tidak mau
memberikannya pada pasangan Khofifah-Herman. Hal ini pernah dilaporkan
oleh Khofifah pada Jimly Asshiddiqie, ketua DKPP (Dewan Kehormatan
Penyelenggara Pemilu), sebagaimana berita dari RadjaWarta.Com https://www.radjawarta.com/merasa-didzolimi-khofifah-lapor-ke-dkpp-dan-mk  dimana ketua DKPP menyebut perbuatan Syaifullah itu sebagai tindakan yang tak bermoral.

Dengan fakta ini, DKPP & PTUN (Peradilan Tata Usaha Negara) diharapkan
membuat keputusan untuk meloloskan pasangan Khofifah-Herman sebagai
calon gubernur & calon wakil gubernur Jatim pada pemilihan Gubernur
Jatim yang akan dilaksanakan pada Agustus 2013.

RATU ADILRakyat Bersatu Anti Orang Dholim
Sumber:
Tabloid Kali Mas
http://tabloidkalimas.blogspot.com/2013/07/tidak-lolosnya-khofifah-karena-pdip-gp.html

[Non-text portions of this message have been removed]

__._,_.___
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)
Recent Activity:

------------------ Forum Indonesia Damai (FID) ------------------
Arsip Milis FID http://groups.yahoo.com/group/indonesia_damai/messages
Bergabung ke Milis FID:  indonesia_damai-subscribe@yahoogroups.com
Keluar dari Milis FID:  indonesia_damai-unsubscribe@yahoogroups.com
---------------- indonesia_damai@yahoogroups.com ----------------
.

__,_._,___