Sehubungan dg masalah pengangkatan Foke sbg Dubes RI di Jerman,
di media "Kompasiana" ada artikel yg melakukan propaganda hitam -
menyerang organisasi Watch Indonesia! secara ngawur tak berdasar.
Artikel yg saya forward ini adalah klarifikasi dari Alex Flor -presiden Watch Indonesia!
menanggapi artikel yg ditulis oleh orang dg nama samaran "Ratu Adil" itu.
Semoga bermanfaat,
Arif Harsana
---------------------
Kutipan:
................................
"Watch Indonesia! tidak berjuang untuk kemerdekaan Papua, melainkan penyelesaian konflik
secara damai. Kami yakin sebelum memperoleh solusi, kita perlu mempunyai analisa persoalan
yang tepat. Apakah kita akan percaya dengan resep pengobatan seperti dokter langsung
memberi obat tanpa diagnose terlebih dulu? Pasti tidak. Apakah persoalan Papua selesai
dengan resep pemerintah dan TNI tanpa diagnose dulu? Tentu juga tidak. Yang kami sedang
perjuangkan adalah sebuah dialog antara pemerintah RI dan perwakilan yang dipercaya oleh
rakyat Papua (asli).
Foke tidak cocok. Sudah gak bisa berdialog dengan rakyat Jakarta, gimana mungkin dia bisa
mengajukan dialog pemerintah dengan Papua? Figur-Figur ORBA seperti Foke dan »Ratu Adil«
akan menambah frustrasi di Papua. Bukan Watch Indonesia!, tetapi Foke dan »Ratu Adil«
paling bertanggung jawab kalau terjadi pemberontakan di dua propinsi Papua itu!
Akhirnya mengenai »infiltrasi« PPI: Anda sendiri mengambarkan Watch Indonesia! sebagai
suatu lembaga cendekiawan Jerman dan Indonesia. Terimakasih atas penilaian ini. Sebenarnya
organisasi ini terbuka untuk semua orang yang peduli tentang Indonesia dan Timor Leste.
Kecendekiawanan bukan syarat untuk menjadi anggota atau mitra Watch Indonesia!.
Mahasiswa/i Indonesia atau PPI bukan target group yang khusus, sesuai dengan segala taktik
dan strategi perjuangan seperti yang Anda tuliskan. Realitasnya sederhana saja: kebanyakan
masyarakat Indonesia yang tinggal di Berlin dan bersemangat demi tanah airnya adalah
mahasiswa/i. Gitu saja. Ga usah mikir jauh-jauh ke teori-teori yang sama sekali tidak tepat".
................................
Von: "Watch Indonesia!" <watchindonesia@watchindonesia.org>
An: "Watch Indonesia!" <watchindonesia@watchindonesia.org>
Betreff: Intel mendukung pejabatan Foke sebagai Dubes RI di Jerman
Datum: Thu, 26 Sep 2013 02:23:50 +0200
Kompasiana, 26 September 2013
http://politik.kompasiana.com/2013/09/26/intel-mendukung-pejabatan-foke-sebagai-dubes-ri-di-jerman-595123.html
Intel mendukung pejabatan Foke sebagai Dubes RI di Jerman
(kenapa saya tidak bisa registrasi di Kompasiana dengen alamat e-mail yang benar:
flor@watchindonesia.org? Kalau saya meggunakan domain yang lain seperti yahoo atau gmail
bisa. Honi soit qui mal y ponse! (bhs. Prancis: dia maling, kalau dia mempunyai dugaan
tertentu).
Kadang-kadang orang bertanya, kenapa saya kurang akrab, bahkan kurang suka dengan social
media spt facebook, twitter atau forum-forum diskusi seperti Kompasiana. Alasanya gampang:
di media-media itu setiap orang bisa saja menulis dan menyebarkan gosip. Tidak ada redaksi
yang membahas validitas dan akurasi informasi. Bahkan di Kompasiana, salah seorang yang
mengakui dirinya »mata-mata politik dan bisnis yang berpengalaman 10 tahun« bisa saja
memanaskan para pembaca dengan meminjam pseudonim (nama fantasi) »Ratu Adil«.
<http://politik.kompasiana.com/2013/09/24/mampukah-fauzi-bowo-redam-isu-kemerdekaan-papua-di-jerman-595496.html>
Perlukah kami menjawab atas tulisan fantasi itu? Ataukah semua pembaca sudah cukup sadar
atas kwalitas dan substansi propaganda hitam itu. Sayangnya, saya kira, saya perlu
memberikan jawaban.
Kita mulai dengan berbagai klarifikasi:
1. Sdr. Budiman Sujatmiko tidak pernah menjadi anggota Watch Indonesia!, sehingga pula dia
tidak keluar dari organisasi kami. Budiman Sujatmiko tidak pernah tinggal di Jerman.
2. Watch Indonesia! tidak pernah berjuang untuk kemerdekaan Papua/Papua Barat, dan kami
tidak pernah berjuang untuk kemerdekaan Aceh atau salah satu propinsi atau daerah lain,
kecuali gerakan orang miskin yang bernama Ciliwung Merdeka!
3. Menurut hukum internasional Timor Timur belum pernah menjadi bagian resmi dari NKRI,
sehingga pembelaan hak-hak masyarakat Timor Leste dan kedaulatan rakyat di sana bukan
bersifat dukungan terhadap separatisme.
Agak lucu kalau »Ratu Adil« mengaitkan kegiatan Watch Indonesia! yang berdomisili di
Jerman dengan kepentingan perusahaan2 tambang internasional. Bukankah industri itu
kebanyakan berasal dari Amerika, Inggris, Belanda, Australi, dan RRT? Kenapa mereka akan
main kartu Jerman demi kepentingan bisnis mereka? Ga masuk akal.
Coba kita lihat Freeport di Papua yang disebutkan »Ratu Adil« sebagai contoh: Kalau tidak
salah, dari saham PT Freeport Indonesia 10% dipegang oleh negara Indonesia, sedangkan 90%
dimiliki oleh perusahaan induk Freeport-McMoRan Copper & Gold di Amerika Serikat. Mau apa
lagi? Apakah sebuah negara Papua akan memberi bagian yang lebih besar lagi kepada
perusahaan induk? Tidak mungkin! Terus, dimanakah kepentingan Freeport untuk mendukung
separatisme di Papua?
Benar perusahaan migas lagi pengin mengeksploitasi di selat Timor. Tapi ada hubungan apa
dengan status politik Timor Leste? Sebelum Timor Timur merdeka ada sebuah kesepakatan
antara Indonesia dan Australi tentang perbatasan laut yang lebih menguntungkan para
pembisnis Australi daripada kesepakatan baru dengan pemerintah Timor Leste. Dan bukankah
BP (Inggris/Belanda) lagi membangun industri migas di Bintuni, Papua Barat? Apa bedanya?
Elite Jakarta yang mengeksplotasi kayu cendana dan marmer dapat keuntungan besar selama
Timor Timur dikuasai NKRI.
Ternyata banyak orang di Indonesia tetap bisa dipancing dengan slogan2 Nekolim dan
dongengan yang berbunyi »Indonesia kaya raya atas sumber daya alam«. Seolah-olah bumi
tidak berputar terus semenjak zaman kolonial. Seolah-olah sumber daya alam seperti minyak
dan kayu masih ada seperti dulu. Welcome to the 21st century, Pak »Ratu Adil«! Coba buka
mata Anda atau seperti kata Foke, »Anda matanya kemana?«: saat ini Indonesia sudah harus
mengimpor minyak, dan hutan tropis terancam punah dalam waktu dekat. Jelas kepentingan
bisnis dan politik asing tetap ada. Tetapi kepentingan itu sudah berubah. Pada pertengahan
abad yl mungkin benar kalau berbagai negara maju tidak suka dengan negara Indonesia yang
kuat. Tetapi harapan mereka pada saat ini adalah sebuah Republik Indonesia yang kuat dan
stabil. Yang paling menarik sekarang adalah pasar konsumen serta peranan Indonesia sebagai
penjamin stabilitas di Asia dan di antara negara-negara bermayoritas Muslim. Janganlah
membodohin rakyat sendiri, Pak/Ibu Intel!
Sudah jelas kalau orang yang ketinggalan zaman mendukung Foke sebagai Dubes RI di Jerman.
Demi fens-fens Orde Baru Fauzi Bowo memang paling cocok, karena Fauzi Bowo sudah
ketinggalan zaman pula. Foke itu akrab dengan Jerman Barat pada tahun 70an. Banyak warga
Jerman belum lahir, Jerman Timur masih terpisah, dan banyak pendatang belum memegang
paspor Jerman pada saat itu. 40 tahun kemudian masyarakat Jerman sudah berubah, ekonomi
dan politik sudah berubah, dan bahkan budaya – termasuk bahasa Jerman – sudah berubah.
Kanselir Jerman adalah perempuan, Menteri Luar Negeri gay, Wakil Kanselir pendatang,
Menteri Keuangan cacat, Walikota Berlin gay pula, bekas wakilnya mantan Komunis. Presiden
Jerman adalah mantan pendeta yang belum cerai sama istrinya tetapi secara resmi »kumpul
kebo« sama pacarnya di Istana Presiden Jerman. Inilah yang dianggap sebuah pemerintah yang
konservatif di Jerman. Apakah Anda betul-betul yakin Foke cocok di lingkungan seperti itu?
Negara Jerman bukan lagi negara Jerman yang Foke kenal, di mana pada saat itu hubungan
homosexual masih menjadi pelanggaran hukum pidana. Kami yakin banyak diplomat profesional
yang lebih muda akan lebih cepat beradaptasi, sehingga mereka jauh lebih cocok untuk
jabatan Dubes RI di Jerman daripada fosil Orde Baru itu.
Dan bagaimana Foke mau meredamkan kegiatan Watch Indonesia! mengenai hak azasi dan
lingkungan hidup di Papua? Emang, dia tahu apa tentang Papua? Jakarta saja dia gak tahu,
apalagi Papua! Kalau Indonesia mau bicara soal Papua, kenapa bukan orang Papua dijabatkan
sebagai Dubes? O, gak ada yang memenuhi syarat. Kok bisa? Sudah 50 tahun Papua menjadi
bagian dari RI, tapi sampai kini SDM-nya kurang mencukupi??
Ataukah yang dimaksud dengan meredamkan gerakan Papua itu adalah ancaman terhadap Watch
Indonesia! dan para anggota serta para stafnya? Bagaimana caranya? Apakah Foke akan
membawa FBRnya ke Berlin pula? Di negeri ini gak bisa begitu. Foke sendiri akan menikmati
imunitas diplomat. Tapi preman-premannya akan dihukum seperti kriminal-kriminal umum lainnya.
Watch Indonesia! serta masyarakat Jerman dan Indonesia mengharapkan jabatan Dubes di
Jerman, satu jabatan yang penting, akan diberikan kepada orang yang pintar dan
profesional. 10 tahun yang lalu kami pernah bekerjasama dengan Dubes RI, Pak Rahardjo
Jamtomo. Kami bersama-sama menyelenggarakan konperensi tentang Otsus di Papua, karena saat
itu kami sepakat atas kesempatan sebuah otonomi khusus demi penyelesaian konflik.
Jika Pak Rahardjo Jamtomo saat ini masih menjabat Dubes RI di Jerman, mungkin kami masih
sependapat dalam menilai Otsus itu. Yaitu: Otsus sudah gagal dan konflik di Papua semakin
memanas.
Watch Indonesia! tidak berjuang untuk kemerdekaan Papua, melainkan penyelesaian konflik
secara damai. Kami yakin sebelum memperoleh solusi, kita perlu mempunyai analisa persoalan
yang tepat. Apakah kita akan percaya dengan resep pengobatan seperti dokter langsung
memberi obat tanpa diagnose terlebih dulu? Pasti tidak. Apakah persoalan Papua selesai
dengan resep pemerintah dan TNI tanpa diagnose dulu? Tentu juga tidak. Yang kami sedang
perjuangkan adalah sebuah dialog antara pemerintah RI dan perwakilan yang dipercaya oleh
rakyat Papua (asli).
Foke tidak cocok. Sudah gak bisa berdialog dengan rakyat Jakarta, gimana mungkin dia bisa
mengajukan dialog pemerintah dengan Papua? Figur-Figur ORBA seperti Foke dan »Ratu Adil«
akan menambah frustrasi di Papua. Bukan Watch Indonesia!, tetapi Foke dan »Ratu Adil«
paling bertanggung jawab kalau terjadi pemberontakan di dua propinsi Papua itu!
Akhirnya mengenai »infiltrasi« PPI: Anda sendiri mengambarkan Watch Indonesia! sebagai
suatu lembaga cendekiawan Jerman dan Indonesia. Terimakasih atas penilaian ini. Sebenarnya
organisasi ini terbuka untuk semua orang yang peduli tentang Indonesia dan Timor Leste.
Kecendekiawanan bukan syarat untuk menjadi anggota atau mitra Watch Indonesia!.
Mahasiswa/i Indonesia atau PPI bukan target group yang khusus, sesuai dengan segala taktik
dan strategi perjuangan seperti yang Anda tuliskan. Realitasnya sederhana saja: kebanyakan
masyarakat Indonesia yang tinggal di Berlin dan bersemangat demi tanah airnya adalah
mahasiswa/i. Gitu saja. Ga usah mikir jauh-jauh ke teori-teori yang sama sekali tidak tepat.
Salam,
Alex Flor
(direktur Watch Indonesia! yang berani memakai nama sebenarnya.
Kalau mau mencekal saya, silahkan)
--
***********************************************************************
Watch Indonesia! e.V.
Für Demokratie, Menschenrechte und Umwelt in Indonesien und Osttimor
Urbanstr. 114 Tel./Fax +49-30-698 179 38
10967 Berlin e-mail: watchindonesia@watchindonesia.org
www.watchindonesia.org
Konto: 2127 101 Postbank Berlin (BLZ 100 100 10)
IBAN: DE96 1001 0010 0002 1271 01, BIC/SWIFT: PBNKDEFF
Bitte unterstützen Sie unsere Arbeit durch eine Spende.
Watch Indonesia! e.V. ist als gemeinnützig und besonders
förderungswürdig anerkannt.
***********************************************************************